Pentingnya Mengenal Al-Asma` Al-Husna (1)
Mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah sangatlah agung, penuh dengan kebaikan dan keutamaan, serta mengandung beraneka ragam buah dan manfaatnya.
Keutamaan dan keagungan perihal mendalami ilmu Al-Asma` Al-Husna akan lebih jelas dengan memperhatikan beberapa keterangan berikut.

Pertama: ilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah ilmu yang paling mulia dan paling utama, yang kedudukannya paling tinggi dan derajatnya paling agung. Tentunya hal ini sangat dimaklumi karena kemuliaan suatu ilmu pengetahuan bergantung kepada jenis pengetahuan yang dipelajari dalam ilmu itu. Sementara itu, telah dimaklumi pula bahwa tiada yang lebih mulia dan lebih utama daripada ilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Al-Qur`an yang mulia dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Bakr Ibnul ‘Araby rahimahullah berkata, “Kemuliaan sebuah ilmu bergantung kepada apa-apa yang diilmui padanya. Sementara itu, (mengenal Allah) Al-Bari adalah semulia-mulia pengetahuan. Oleh karena itu, mengilmui nama-nama-Nya adalah ilmu yang paling mulia.”[1]
Oleh karena itu, mempelajari dan mendalami makna Al-Asma` Al-Husna adalah amalan yang paling utama dan mulia.

Kedua: mengenal Allah dan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya akan menambah kecintaan hamba kepada Rabb-nya, akan membuat seorang hamba semakin mengagungkan dan membesarkan-Nya, lebih mengikhlaskan segala harapan dan tawakkal hanya kepada-Nya, serta membuat rasa takutnya terhadap Allah semakin mendalam. Tatkala pengetahuan dan pemahaman seorang hamba akan nama-nama dan sifat-sifat Rabb-nya semakin kuat dan mendalam, akan semakin kuat pula tingkat penghambaannya kepada Allah, semakin tulus sikap berserah dirinya  kepada syariat Allah, serta semakin tunduk kepada perintah Allah dan semakin jauh meninggalkan larangan-Nya.

Ketiga: mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah dasar keimanan dan, dengan itu pula, iman akan semakin bertambah.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Si’dy rahimahullah berkata, “Sesungguhnya, mengimani dan mengenal Al-Asma` Al-Husna mencakup tiga jenis tauhid: tauhid rubûbiyyah, tauhid ulûhiyyah, dan tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat. Tiga jenis tauhid ini adalah perputaran dan ruh iman, serta pokok dan puncak (keimanan). Oleh karena itu, setiap kali pengetahuan hamba akan nama-nama dan sifat-sifat Allah semakin bertambah, akan bertambah pula keimanan dan akan semakin kuat keyakinan (hamba) tersebut.”[2]
Demikian pula sebaliknya, siapa saja yang pengetahuannya tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah kurang, kurang pula keimanannya.
Siapa saja yang mengenal Allah, ia akan mengenal segala sesuatu selain Allah. Namun, siapa saja yang kondisinya justru sebaliknya, perhatikanlah firman-Nya,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ.
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa terhadap Allah maka Allah menjadikan mereka lupa terhadap diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” [Al-Hasyr: 19]
Cermatilah ayat di atas. Tatkala seseorang lupa terhadap Allah, Allah membuatnya lupa terhadap dirinya sendiri, lupa terhadap apa-apa yang merupakan kebaikannya, serta lupa terhadap sebab-sebab keberuntungannya di dunia dan akhirat.

Keempat: sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengadakan makhluk yang sebelumnya mereka tidaklah pernah terwujud dan tidak pernah tersebut. Allah ‘Azza wa Jalla juga memudahkan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi untuk mereka serta memberikan berbagai nikmat kepada mereka yang tidak mungkin bisa dijumlah dan dihitung. Seluruh hal tersebut adalah agar mereka mengenal Allah dan menyembah-Nya. Allah Jalla Sya`nuhu berfirman,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا.
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit, seperti itu pula bumi. Perintah-Nya berlaku padanya agar kalian mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [Ath-Thalaq: 12]
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman pula,
قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ. وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ. ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ.
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya, patutkah kalian kafir terhadap Yang menciptakan bumi dalam dua hari dan mengadakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Rabb alam semesta.’ Di bumi itu, Dia menciptakan gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan padanya Dia menentukan kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian, Dia menuju langit, sedang langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah kalian berdua menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati.’.” [Fushshilat: 9-11]
Allah ‘Azza Dzikruhu juga menyatakan,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ. إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ.
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka tidak pula menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kukuh.” [Adz-Dzariyat: 56-58]

Oleh karena itu, usaha seorang hamba dalam mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah sesuai dengan maksud penciptaannya. Meninggalkan dan menelantarkan hal tersebut tergolong melalaikan maksud penciptaannya. Karena, sangatlah tidak layak seorang makhluk yang lemah yang telah mendapatkan berbagai macam keutamaan serta telah merasakan beraneka ragam karunia dan nikmat Allah, tetapi ia jahil terhadap Rabb-nya serta berpaling dari mengenal kebesaran, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya.

Kelima: sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta mencintai timbulnya pengaruh nama-nama dan sifat-sifat-Nya kepada makhluk. Tentunya hal ini merupakan bagian dari kesempurnaan Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Di antara nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim[3] yang Maha merahmati makhluk dengan berbagai nikmat. -Sebagai contoh-, perhatikanlah surah Ar-Rahman, dari awal hingga akhir surah, yang menunjukkan rahmat Allah yang maha luas. Pada awal surah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ. عَلَّمَ الْقُرْآنَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ. عَلَّمَهُ الْبَيَانَ. الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ. وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ. وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ. أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ. وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ. وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ. فِيهَا فَاكِهَةٌ وَالنَّخْلُ ذَاتُ الْأَكْمَامِ. وَالْحَبُّ ذُو الْعَصْفِ وَالرَّيْحَانُ. فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ.
“(Allah) Yang Maha Merahmati, Yang telah mengajarkan Al-Qur`an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya agar pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Tumbuh-tumbuhan dan pepohonan tunduk kepada-Nya. Dan Dia telah meninggikan langit dan meletakkan neraca (keadilan) supaya kalian jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu secara adil dan janganlah kalian mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang baunya harum. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan?” [Ar-Rahman: 1-13]
Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman,
فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَتِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِ الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Rabb yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Ar-Rûm: 50]
Karena rahmat Allah, Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang mempunyai sifat merahmati makhluk lain sebagaimana yang ditunjukkan dalam nash-nash dalil yang sangat banyak.
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Al-‘Alim ‘Yang Maha Mengetahui’ dan Allah mencintai orang-orang yang berilmu sebagaimana dalam nash-nash dalil yang sangat banyak.
Allah adalah At-Tawwab ‘Maha Menerima Taubat’ dan Allah mencintai orang-orang yang bertaubat,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” [Al-Baqarah: 222]
Demikianlah seterusnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Demikianlah keadaan nama-nama Allah yang maha husna. Makhluk yang paling Dia cintai adalah siapa saja yang bersifat dengan konsekuensi dari (Al-Asma` Al-Husna itu). Sedangkan, (makhluk) yang paling Dia benci adalah siapa saja yang bersifat dengan kebalikan dari (Al-Asma` Al-Husna itu). Oleh karena itu, (Allah) membenci orang kafir, zhalim, jahil, yang berhati keras, bakhil, penakut, hina, dan bejat. Sementara itu, (Allah) Subhanahu adalah Jamil ‘Maha indah, elok’, cinta kepada keindahan; Alim, cinta kepada ulama; Rahim, cinta kepada orang yang merahmati; Muhsin ‘Maha Memberi Kebaikan’, cinta kepada orang yang berbuat kebaikan; Syakûr ‘Maha Pembalas Jasa’, cinta kepada orang yang bersyukur; Shabûr ‘Yang Maha Sabar’[4] cinta kepada orang yang bersabar; Jawwad ‘Maha Dermawan’[5], cinta kepada orang-orang yang dermawan dan berbuat kebajikan; Sattar [6], cinta kepada As-Sitr; Qadir, mencela kelemahan -“dan mukmin yang kuat lebih Dia cintai daripada mukmin yang lemah”-[7]; ‘Afûw ‘Maha Pemaaf’, cinta kepada sifat pemaaf; dan Witr ‘Yang Maha Satu’, cinta kepada yang witir[8]. Setiap hal yang Allah cintai merupakan pengaruh dan konsekuensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sedangkan, setiap hal yang Dia benci berasal dari apa-apa yang bertentangan dan berlawanan dengan (pengaruh dan konsekuensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya).”[9]
___________
[1] Bacalah Ahkam Al-Qur`an 2/793 -dengan perantara kitab Asma`ullah wa Shifatuhu karya Al-Asyqar hal. 23-.
[2] At-Taudhih wa Al-Bayan Li Syajarah Al-Iman hal. 41.
[3] Nama Ar-Rahman dan Ar-Rahim berasal dari kata rahmat. Terdapat rincian makna kata rahmat pada nama Ar-Rahman dan kata rahmat pada nama Ar-Rahim. Insya Allah, penjelasan tentang makna dan kandungan kedua nama itu akan datang.
[4] Ada perbincangan seputar keabsahan penamaan ini. Insya Allah, pembahasannya akan datang.
[5] Ada perbincangan seputar keabsahan penamaan ini. Insya Allah, pembahasannya akan datang.
[6] Ada perbincangan seputar keabsahan penamaan ini. Insya Allah, pembahasannya akan datang.
[7] Petikan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim.
[8] Yang witir mempunyai banyak kandungan makna. Insya Allah, hal ini akan diuraikan dalam pembahasan nama Al-Witr.
[9] ‘Idah Ash-Shabirin hal. 241. Baca jugalah Madarij As-Salikin 1/420 dan Miftah Dar As-Sa’adah 1/3.
[Source: http://dzulqarnain.net/pentingnya-mengenal-al-asma-

0 komentar:

Posting Komentar