Cara Membuat Toko Online di Blogger Gratis Lengkap

Kisah Nyata: Ketegaran Bara’ah, Gadis Cilik Penghafal Al-Qur’an & Pengidap Kanker

Kisah Nyata: Ketegaran Bara’ah, Gadis Cilik Penghafal Al-Qur’an & Pengidap Kanker

Bara’ah Abu Lail saat masih balita
Bara’ah Abu Lail saat masih balita
Al Qur’an Telah Membuatnya Seteguh Karang Menghadapi Ujian yang Datang Bertubi-tubi 
Berikut ini adalah kisah Bara’ah Abu Lail, gadis kecil yang menderita kanker ganas stadium akhir dan menjadi yatim piatu hanya dalam lima hari.
Bara’ah Abu Lail, hafal Al-Qur’an pada usia 10 tahun. Namun Allah lebih Menghendakinya bahagia di jannah-Nya. Anak kecil ini divonis terkena kanker ganas. Setelah ibunya lebih dulu meninggal dunia karena penyakit yang sama.
Saat ibunya mengetahui umurnya tidak lagi panjang, sang ibu berkata kepada anaknya yang tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya :
“Anakku…. aku sebentar lagi, ibu akan mendahului kamu menuju jannah Allah. Dan ibu ingin engkau setiap hari membacakan Al Qur’an yang telah engkau hafalkan di telinga ibu. Kelak, Al Qur’an itulah yang akan menjagamu di dunia (sepeninggal ibu)
Demikianlah setiap sore gadis kecil ini membacakan Al Qur’an di telinga ibu yang terbaring lemah di rumah sakit.
Suatu hari ayah Bara’ah mendapat berita sangat penting dari rumah sakit bahwa kondisi istrinya kritis. Maka tanpa pikir panjang ia bergegas mengajak Bara’ah menuju rumah sakit.
Sesampai di rumah sakit, sang ayah tidak ingin anaknya ikut bersamanya melihat apa yang terjadi dengan ibunya. Ia khawatir gadis kecil itu shock jika mendengar kabar kondisi terburuk yang terjadi pada ibunya. Rupanya sang istri benar-benar sedang kritis.
Dalam kondisi sangat berduka ayah Bara’ah bergegas menuju mobilnya untuk memberitahukan kondisi ibunya, namun Allah berkehendak lain. Karena guncangan jiwa akibat musibah yang diterimanya, ia tidak fokus saat menyeberang jalan.
Qaddarullah, sebuah mobil menabraknya. Laki-laki itu pun meninggal seketika di hadapan putri tercintanya. Bara’ah menangis tersedu-sedu sambil memangku jasad ayahnya tercinta yang sudah tak bernyawa lagi.
Belum selesai musibah yang harus dihadapi gadis kecil ini, lima hari berselang dari wafatnya sanga ayah, ibunya tercinta pun menyusul dipanggil Allah menghadap-Nya. Tinggallah Bara’ah sebatang kara di negeri orang. Kedua orangtua Bara’ah adalah warga negara Mesir yang bekerja sebagai tenaga medis di Arab Saudi.
Bara’ah Abu Lail BARAAH-SAMIH
Bara’ah Abu Lail setelah hafal Al-Qur’an, lalu ditinggal meninggal dunia oleh ayah dan ibunya, kemudian menjadi yatim-piatu, dan tak lama setelah menjadi yatim-piatu, ia pun akhirnya meninggal karena penyakit kanker.
Tidak berselang lama, tanpa sebab tanpa gejala apapun sebelumnya, gadis kecil ini merasakan kesakitan yang luar biasa sebagaimana dialami oleh ibunya. Setelah diperiksa oleh dokter, ternyata ia pun mengidap penyakit kanker stadium akhir seperti yang dialami oleh ibunya.
Namun dengarlah apa yang diucapkan gadis kecil ini ketika ia tahu apa yang dialaminya :
alhamdulillah …. sebentar lagi aku akan menyusul papa dan mama….!!!”
Seluruh yang mendengar ucapan gadis kecil itu terkejut bukan kepalang. Ujian dan musibah yang bertubi-tubi menimpa anak sekecil itu tetapi tidak sedikit pun membuatnya putus asa atau gundah gulana. Ia bahkan begitu sabar menghadapi beratnya cobaan hidup yang dihadapinya.
Subhaanallaah… Al-Qur’an membuatnya seteguh karang menghadapi ujian yang bertubi-tubi datang. Seorang dermawan Saudi Arabia lalu membiayainya untuk berobat ke Inggris.
Berikut adalah video suara terakhir dari Bara’ah, sesaat sebelum Allah memanggilnya kembali menghadap-Nya, di Jannah-Nya, Insya Allah. (oleh: Ustadz Fuad Al Hazimi, via: voa-Islam)

*
Kami hidup hanya untuk mati. Semua manusia begitu, tapi sedikit yang mau mengakuinya. Kami tak takut mati, karena mati itu keniscayaan. Tiada beda mati kini atau nanti. Yang menjadikannya beda hanyalah caranya. Kami adalah kaum yang akan maju berdesak-desakan ketika pintu menuju syahid terbuka.
(IslamIsLogic.wordpress.com – “guide us to the straigh path” , QS 1:6)
IslamIsLogic.wordpress.com
fb.com/IslamIsLogic

Jika Orang Tua Menginginkan Anak Penghafal Al Qur’an


إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya..”
(QS. Al Hijr : 9)

Sudah merupakan janji Allah, bahwa Al Qur'an akan dipelihara Allah, diantaranya, di dada orang-orang muslim. Begitu banyak bukti, begitu banyak kisah tentang para penghafal Al Qur'an dari mulai zaman Rasulullah hingga kini. Dari berbagai macam warna kulit, ras, dan bangsa, semuanya ada yang menjadi penghafal Al Qur'an.

Begitu pun saat ini, di mana menghafal Al Qur'an menjadi trend. Banyak orang mau menghafal Al Qur’an. Banyak pula para orang tua yang berlomba-lomba memasukkan anaknya di sekolah-sekolah penghafal Al Qur'an. Tapi tidak sedikit juga orang yang mengatakan, “Apakah aku bisa menghafal Al Qur'an? Apakah aku bisa membuat anak-anakku menjadi penghafal Al Qur'an?” Kalau semua orang berazzam mau menghafal Al qur'an, pertanyaannya apakah semua orang mau menjalani prosesnya, proses sebagai orang tua bagi anak-anak penghafal Al Qur'an.

“Semua itu ada prosesnya, dan proses bagi orang tua yang anaknya penghafal Al Qur'an itu prosesnya luar biasa. Allah tidak akan memberi pahala yang besar kecuali liku-likunya juga luar biasa”, tutur Dr. Sarmini, pendiri Pesantren Utrujah, dalam sharing bersamanya di TK Islam Terpadu Al'Ibrah (28/3).

Bagaimana liku-likunya orang menjadi syahid tidak serta merta tanpa bantuan Allah pula. Seperti sahabat Khalid bin Walid yang mengharap syahid tapi meninggal di tempat tidur walau insya Allah mendapat pahalanya. Allah sudah menjanjikan 70 syafaat yang diberikan untuk keluarganya bagi mereka yang mati syahid. Sedangkan, bagi mereka yang penghafal Al Qura'an 40 syafaat.

Jika para orang tua memasrahkan begitu saja anak-anak mereka pada sekolah tanpa mendampinginya di rumah dengan menjaga muroja'ah dan mengkondisikan lingkungan anak dengan Al Qur'an serta bagaimana visi misi keluarga tersebut, tentu sangat bertentangan. Apakah mau jika hanya sekolah yang mendapat pahala. Hal ini dapat dilakukan dengan mengaitkan segala aktivitas dengan Al Qur'an. Sebagai contoh, anak-anak diajak untuk melihat wisudawan-wisudawati yang ada di Gaza agar mereka tahu bahwa yang mereka lakukan juga dilakukan oleh banyak anak di berbagai belahan dunia.

Kita punya tujuan lebih jauh yaitu menjayakan Al Qur'an. Jaya di atas generasi anak-anak kita. Jika generasi kita tidak layak, tidak loyal, maka Allah akan menggantikan dengan umat yang lebih loyal, lebih baik. “Tentu kita tidak ingin hal ini terjadi. Kita ingin memantaskan di hadapan Allah, ‘Ya Allah, ini anakku siap’. Tentu kita harus memadankan, melayakkan, memantaskan di hadapan Allah”, imbuh beliau. Oleh karena itu, kita harus menyiapkan keluarga-keluarga Qur'ani.

Bagaimana kita membangun kampung kita agar seperti yang ada di Gaza, kampung 0% buta huruf Al Qur'an. Ini harus menjadi agenda utama kita daripada 0% buta huruf bahasa Indonesia. Barangsiapa yang berkonsentrasi dan disibukkan oleh urusan Allah tanpa meminta urusan dunia, Allah akan memberikan urusan dunia itu tanpa diminta. Barangsiapa yang hanya mengurusi dunia, akan disulitkan. Contohnya, sholat Dhuha. Sering kali kita lupa bahwa yang menjadikan lancar bukan shalatnya tetapi Allah. Begitu pula dengan menghafal Al Qur'an, harus jelas kita sampaikan kepada anak-anak, mengapa harus menghafal Al Qur'an agar mereka bangga menghafal Al Qur'an. Kita harus mau membayar harganya. Jika anak berhasil sekian juz apa kita mau mendampinginya di rumah karena menjadi keluarga penghafal Al Qur'an luar biasa tantangannya tapi luar biasa berkahnya, banyak indahnya. Betapa waktu sangat berkah karena tidak sempat melakukan hal yang remeh temeh tidak ada gunanya.

Saat Dr. Sumarni bertanya ke salah seorang anak yang menghafal Al Qur'an apa ada kesulitan memahami pelajaran lain, ternyata tidak. Bahkan justru itu yang membuat anak konsentrasi, stabil, dan beradab. Anak lebih mudah diberi tahu. Dengan menghafal Al Qur'an, luar biasa kestabilan emosi anak. Beberapa anak yang masih terpaksa tidak perlu dipaksa. Biarlah berjalan alami saja karena biasanya jika sudah menambah hafalan, mereka akan merasa cinta dengan sendirinya. Anak dengan mental seperti itu sangat mudah untuk diberi pengertian.

Bukan hanya tentang metode yang menyenangkan yang mana yang kita pilihkaan untuk anak-anak, akan tetapi lebih pada bagaimana menanamkan ke mereka bahwa menghafal Al Qur'an itu yang mereka perlukan dalam hidup mereka. Mengapa hal ini dilakukan, tidak lain agar anak memiliki kemandirian, rasa ingin menghafal dan itu yang harus dicanangkan. Jadi, jika para orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi luar biasa sebagai penghafal Al Qur'an, mereka harus mau menjalani proses yang luar biasa pula. [Gresia Divi]

Mahasiswi Sang Penghafal Alquran



Cerita Mahasiswi Sang Penghafal Alquran
Peserta wisudawan penghafal Alquran memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, Sabtu (30/3).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wisuda akbar penghafal Alqurayang diselenggarakan oleh Program Pembibitan Pengahafal Alquran Daarul Quran (PPPA Daqu) pada Sabtu (30/3), menyimpan cerita unik tersendiri.
Dari ribuan peserta wisuda akbar yang di adakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), ternyata ada salah seorang mahasiswi perguruan tinggi terkemuka di Jakarta Selatan.
Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN) mengirimkan salah satu mahasiswinya untuk mengikuti pagelaran Indonesia Menghafal Quran (IMQ) ke empat ini.
Ya, dia adalah Syahruna. Wanita berumur 20 tahun ini salah seorang peserta wisuda akbar Indonesia Menghafal Quran. Pihak Republika mendapatkan nomor kontak Syahruna dari Ustaz Ali selaku pengajarnya di Forum Halaqoh Quran An Nashr Bintaro Jakarta Selatan.
Pihak Republika sendiri mengetahui informasi nomer kontak Ustadz Ali dari salah seorang murid ngajinya, yakni Sharah Nadya seorang mahasiswi Universitas Islam Negri Syarif (UIN) Hidayatullah Jakarta.
Syahruna ketika di hubungi Republika mengatakan malu untuk di wawancara seperti ini. Dia mengatakan, sebenarnya agak grogi ketika menjadi peserta wisuda akbar Indonesia Menghafal Alquran, apalagi sampai di wawancara segala.
Mahasiswi tahun ketiga STAN ini merasa sangat istimewa menjadi salah seorang peserta yang bisa mengikuti wisuda penghafal Quran. "Dari acara wisuda tadi, saya merasa kagum ternyata bukan saya saja yang mengikuti seleksi hafalan ini," kata wanita asal Sumatera Utara ini.
Dia merasa takjub dengan kondisi di GBK pagi (30/3) tadi, sedikitnya ribuan orang berkumpul dalam satu tempat untuk menggaungkan kalam Ilahi ini. "Rasa lelah selama masa menghafal hilang begitu melihat banyaknya para penghafal Alqura yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia.
"Saya awalnya tak percaya akan sebanyak ini saudara-saudara ku di berbagai daerah yang ikut menghafalkan Alquran dan bersama-sama di wisuda hari ini," katanya dengan bersemangat.
Di tambah lagi dengan beragamnya usia para penghafal Alquranini. Mulai dari ibu-ibu hingga anak kecil pun bersama-sama menghafalkan Kalam Allah ini.
Syahruna mengakui telah lama menghafalkan Alquran ini. Namun baru pada masa perkuliahan tingkat tiga inilah dia di bolehkan untuk hafalan. Tapi sejak tingkat awal sejatinya gadis ini telah memulai hafalannya.
"Jadi apabila di tanya berapa lama saya mulai menghafal Alquran? Ya kurang lebih sudah satu tahun setengah," kata gadis asal Asahan ini.
Dia mengakui banyak sekali hambatan dalam menghafalkan Alquran. Salah satunya adalah penyakit yang namanya lupa.
"Ketika sudah hafal juz 30 dan baru akan memulai menghafalkan surat Al Baqarah, tiba-tiba saja hafalan sebelumnya lupa," kata dia dengan suara serak.
Reporter : Irfan Abdurrahmat
Redaktur : Citra Listya Rini