1. Teks hadis: Allimu auladakum al-shibahah wa al-rimayah.
2. Terjemahan: Ajarilah anak-anakmu pandai berenang dan memanah.
3. Status hadits: Hadits marfu’ dhaif, hadits mauquf hasan.
4. Penjelasan hadits: Apabila atsar
(ucapan Umar ibn Khattab) di atas difahami secara hakiki, maka memberi
petunjuk kepada kita agar mengajari anak-anak lihai dalam berenang dan
memanah. Oleh sebab itu kita pernah membaca pihak pemerintah menghadiahi
lembaga pesantren dua fasilitas olah raga tersebut, yakni olah raga
renang dan olah raga memanah. Tentu secara substansi agar dengan kedua
olah raga itu membuat para santri
sehat jasmani yang pada gilirannya
tentu mengarah kepada kesehatan rohaninya. Pertanyaan yang muncul,
kenapa para santri hanya diajari dua hal tersebut (berenang dan
memanah), bukankah disana banyak jenis olah raga yang justru lebih
praktis dan efesien untuk menjadikan anak-anak (baca para santri) lebih
sehat secara jasmani. Misalnya badminton, tenis, marathon, hiking, sepak
bola atau jalan sehat dan sebagainya. Disinilah letak kelemahan
memahami hadits di atas secara hakiki. Apa tidak mungkin hadits jenis
seperti ini dimaknai bukan secara denotatif, melainkan secara konotatif.
Sehingga petunjuk atsar tersebut dapat lebih dapat dirasakan
substansinya sebagai bagian dari kebutuhan kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana dimaklumi pada waktu itu kebutuhan kenegaraan adalah
diperlukan angkatan laut dan angkatan darat yang gigih. Kedua pasukan
itu sudah dikenal bahkan digunakan pada zaman Umar ibn Khattab, yang
dapat dibutikan bahwa peta dakwa Islam pada waktu itu sudah menggunakan
baik pasukan darat mapun pasukan laut. Sehingga pembelajaran renang
kepada anak merupakan simbul bagaimana kelak mereka menjadi angkatan
laut yang tangguh, dan pembelajaran memanah kepada anak merupakan simbul
bagaimana kelak mereka menjadi angkatan darat yang tangguh pula.
Sekiranya kekuatan pasukan bukan hanya pada kedua angkatan seperti yang
kita alami dewasa ini, yakni angkatan laut, angkatan darat dan angkatan
udara, tentu andaikan Umar ibn Khattab masih hidup bersama kita, pasti
beliau akan mengintruksikan kita mengajari anak-anak kita tiga hal:
Pertama mengajari anak-anak pandai berenang, biar mereka menjadi
angkatan laut yang tangguh. Kedua mengajari anak-anak pandai memanah
biar mereka menjadi angkatan darat yang tangguh. Dan ketiga mengajari
anak-anak ngawang (terbang) biar mereka menjadi angkatan udara yang
tangguh pula.
5. Takhrij hadits: Apabila hadits ini
dinisbatkan kepada Nabi (hadits marfu’), maka status hadits ini lemah,
yakni hadits yang diriwayatkan Ismail ibn iyas dari Salim ibn Amr
al-Anshari Bakar ibn Abdullah ibn Rabai’ al-Anshari dari Nabi saw.:
Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah. Menurut ibn Hajar al-Asqalani
dalam kitabnya al-Ishabah: Ismail dinilai lemah sekiranya meriwayatkan
guru yang bukan dari negerinya sendiri. Maka hadits di atas termasuk
contohnya, gurunya sendiri perawi yang tidak dikenal dan ia tidak secara
tegas mendengar darinya, maka saya khawatir sekiranya hadits ini
merupakan hadits mursal (hadits yang gugur perawi sahabatnya). Dengan
demikian hadits ini merupakan hadits dhaif apabila dinisbatkan kepada
Nabi. Namun apabila ucapan itu dinisbatkan kepada Umar ibn Khattab
(atsar Umar ibn Khattab), maka atsar itu berbunyi: Dinarasikan Makhul
bahwa Umar ibn Khattab menulis surat kepada para gubernurnya di Negara
Syam agar mereka mengajari anak-anak mereka berenang dan memanah. Atsar
ini dinilai imam al-Sakhawi: Sanad (mata rantai perawinya) lemah, namun
atsar ini memiliki kesaksian periwayatan. Dengan demikian sekiranya
hadits di atas dikatakan hadits marfu’ (ucapan Nabi) maka jelas
lemahnya, namun apabila hadits ini dikatakan hadits mauquf, masih dapat
dikategorikan hasan li ghairihi. Maka yang benar ucapan itu bukan dari
Nabi melainkan murni merupakan fatwa Umar ibn Khattab. Dalam hadits
lain kita pun dianjurkan oleh Rasulullah saw. untuk juga mengikuti jejak
khulafa’ rasyidin al-mahdiyyin. Dengan pedekatan kesejarahan
sebagaimana paparan pengertian hadits di atas, maka hadits seperti ini
jelas sangat relevan dan layak dijadikan keteladanan.
6. Referensi: Lebih lanjut silakan
merujuk referensi berikut ini: Maqasid: 288. Asrar: 247. Tamyiz: 105.
Kasyf: 2/67. Al-Ishabah: 1/272.
Catatan: Mohon artikel ini diketuk tularkan kepada teman-teman.
(Pertama) teks hadits, (Kedua) terjemahan
hadits, (Ketiga) status hadits dan (Keempat) penjelasan hadits adalah
diperuntukkan masyarakat awam. Sedangkan (Kelima) takhrij hadits dan
(Keenam) referensi adalah diperuntukkan para cendikiawan dan para
pemerhati hadits. Turats Nabawi Center merupakan lembaga yang secara
khusus untuk menjadi pusat informasi dan studi hadits Nabi yang
diharapkan kelak menjadi sebuah “konsorsium”.
Dr. H. Zainuddin MZ, Lc. MA.
Blog: konsorsiumhadis.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar