Penjelasan Tentang Makna Thiyarah dan Tathayyur Serta Perbedaan Antara Keduanya

Penjelasan Tentang Makna Thiyarah dan Tathayyur Serta Perbedaan Antara Keduanya

Menurut ahli bahasa, sejarah dan tarikh, asal kata tathayyur diambil dari kebiasaan orang jahiliah menghardik burung dan melihat arah terbangnya kearah kanan atau kiri [1]. Dari sini mereka mengambil kata tathayyur….
Demikian dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr rahimahullah dalam at-Tahmid (9/282)
Tathayyur dan thiyarah, kedua kata tersebut disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wassallam dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallhu anhu:
“Tathayyur itu syirik, tathayyur itu syirik -tiga kali-, dan tidak ada di antara kita melainkan (pernah terbesit dalam hatinya sesuatu dari tathayyur) [2]. Akan tetapi Allah subhanahu wa ta ‘ala menghilangkannya denhan tawakkal.”
Sedangkan lafadz tathayyur  di antaranya terdapat dalam hadts ibnu Abbas radhiyallahu anhu tentang 70.000 orang dari umat rasulullah shallallhu alaihi wassallam yang masuk jannah (surga) tanpa hisab dan tanpa azab. rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda tentang sifat mereka:
“Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak meminta untuk di-kay, tidak pula bertathayyur dan hanya kepada Allah -lah mereka bertawakal.” [3]
Al-Qarafi rahimahullah membedakan makna kedua lafadz tersebut. Beliau rahimahullah berkata: “Tathayyur adalah persangkaan jelek yang muncul dalam hati. sedangkan thiyarah adalah perbuatan yang dilakukan sebagai sebagai akibat dari persangkaan itu, yaitu larinya dia dari urusan yang akan dilakukan atau perbuatan yang lain.” (Al-Furuq 4/238)
Misalnya ada seorang yang akan melakukan safar. ketika ia hendak berangkat ia melihat burung gagak bertengger di sebuah pohon sambil bersuara. Muncullah ketika itu rasa takut dan khawatir dalam hatinya, jangan-jangan kesialan akan menimpa dalam perjalanan  yang hendak ia lakukan. Menurut Al_quran perasaan takut dalam hati inilah yang disebut tathayyur. seandainya dia kemudian mengurungkan niatnya untuk safar dan kembali ke rumahnya karena rasa takut itu, perbuatan membatalkan perjalanan sebagai akibat dari prasangka buruknya disebut thiyarah.
Footnote
[1] Jika ia terbang ke arah kanan berarti pertanda kebaikan, namun jika ia terbang ke arah kiri artinya pertanda kesialan
[2] Kalimat dalam tanda kurung adalah kalimat yang sengaja tidak dilafadzkan karena tidak disukai. lihat Aunul Ma’bud (10/406)
[3]  HR. Bukhari no. 5705 dan Muslim no. 220 dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhumma

Tathoyyur definisi

Sinopsis..!! Syetan senantiasa menggoda manusia dan berusaha menjerumuskan mereka ke jalan yang sesat, dan target utama syetan adalah menjadikan manusia kafir kepada Allah subhanahu Wata'ala, yaitu dengan ucapan-ucapan, perbuatan, keyakinan, syirik yang dapat mengkafirkan. Adapun salah satu upaya syetan dalam menyesatkan manusia adalah dengan keyakinan Tathayyur, yaitu merasa sial karena hal-hal tertentu, nah sejauh manakah kesesatan dari keyakinan ini, mari kita simak pembahasan selengkapnya..!!

BIOGRAFI IMAM SYAFI'I

Nama Imam Syafi'i sering disebut, bahkan sangat familiar di telinga kita. Tetapi, apakah kita tahu sejarah hidupnya? Bahwa ia dilahirkan di kota Gaza, Palestina? Sebuah kota yang kini diblokade Israel sehingga menjadi "penjara" terbesar di dunia. Tahukah kita, bahwa ulama fenomenal yang memiliki nama asli Muhammad bin Idris ini telah hafal Al-Qur'an pada usia 7 tahun dan hafal kitab hadits Al-Muwatha' pada usia 10 tahun?


Dr Tariq Suwaidan membagi pembahasan Biografi Imam Syafi'i dalam empat bagian. Pertama, mengenal Imam Syafi'i. Bagian ini mengupas sejarah Imam Syafi'i mulai kelahiran hingga masa remajanya, disertai sifat fisik, suara dan pakaiannya. Kedua, bakat dan keistimewaan Imam Syafi'i; membahas bakat khusus, keteladanan akhlak dan kepandaiannya sebagai sastrawan dan ahli bahasa. Ketiga, puncak ketenaran Imam Syafi'i. Pada bagian ini pembaca disuguhi sejarah Syafi'i saat mulai menjadi murid Imam Malik, menjadi ulama di Makkah, menjadi ulama di Irak, hingga yang terakhir pindah ke Mesir. Keempat, prinsip dasar dan keistimewaan mazhab Syafi'i, baik terkait aqidah, prinsip dasar, karya-karyanya, murid-muridnya hingga pujian para ulama saat kehilangan imam besar ini.

Sejarah Singkat Imam Syafi'i
Dari buku Biografi Imam Syafi'i kita mengetahui bahwa Imam Syafi'i lahir di Gaza pada tahun 150 H, tahun wafatnya Imam Abu Hanifah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Ustman bin Syafi'i bin al-Sa'ib bin 'Ubaid bin Abd Yazid bin Hasyim bin Muthalib bin Abdi Manaf. Jadi, beliau kelak dikenal dengan nama kakek dari kakeknya. Imam Syafi'i adalah satu-satunya imam mazab yang memiliki nasab murni Arab dan bersambung dengan nasab Rasulullah pada kakek moyangnya, Abdi Manaf.

Di masa kecilnya Imam Syafi'i hidup miskin. Namun ia memiliki ibu yang luar biasa. Sang ibu yang berasal dari Azad merupakan muslimah yang ahli beribadah dan berakhlak mulia. Jika kemudian Syafi'i menjadi ulama dan imam besar, itu adalah saham ibunya yang mendidik Syafi'i sejak kecil dan mengirimnya ke Makkah untuk menimba ilmu dari para ulama serta mencari garis nasabnya agar bisa meneladani kemuliaan mereka.

Di Makkah itulah, Imam Syafi'i yang masih berusia tujuh tahun telah hafal Al-Qur'an. Saat gurunya terlambat, Syafi'i kecil lah yang mengajari anak-anak lainnya. Ia biasa menghafalkan seketika saat gurunya mendiktekan. "Tak layak bagiku untuk memungut bayaran sepeserpun darimu," kata sang guru mengetahui keistimewaan dan 'jasa' Syafi'i kecil.

Memasuki usianya yang kedelapan, Syafi'i kecil sudah terbiasa bergabung dengan para ulama di Masjid. Ia mulai menghafal hadits. Ia menghafalnya dari apa yang ia dengarkan. Syafi'i kecil juga suka ke perpustakaan untuk membaca catatan dan berbagai manuskrip. Dari sinilah Imam Syafi'i hafal Al-Muwatha' pada usia 10 tahun, sebelum bertemu dan berguru pada Imam Malik, sang penyusun kitab hadits itu.

Selain keistimewaannya dalam menghafal, Syafi'i yang mulai tumbuh remaja juga berlatih memanah dan berkuda. Ia menjadi ahli dalam kedua jenis olah raga yang dianjurkan Rasulullah itu. "Setiap sepuluh anak panah yang kuluncurkan, semuanya tepat mengenai sasaran," kata Imam Syafi'i beberapa tahun kemudian kepada para muridnya.

Imam Syafi'i mengasah kedua keterampilan itu sewaktu di dusun, yakni kaum Hudzail. Di sanalah Syafi'i menetap beberapa tahun, yang tujuan utamanya adalah mempelajari bahasa Arab yang murni, sejarah dan ilmu nasab, serta syair. Setelah selesai Syafi'i kembali ke Makkah sebagai seorang penyair, dengan hafalan Qur'an dan Al-Muwatha' yang masih terjaga.

Untuk beberapa waktu Imam Syafi'i terkenal sebagai penyair andal. Hingga suatu saat salah seorang keluarga pamannya mengatakan sesuatu yang akhirnya menjadi awal kemuliaan Imam Syafi'i. "Wahai Abu Abdullah, aku sangat menyayangkan jika kefasihan bahasa dan kecerdasanmu ini tidak disertai dengan ilmu fikih. Dengan ilmu fikih, kau akan memimpin semua generasi zamanmu," katanya, menyentakkan Imam Syafi'i.

Singkat cerita, Imam Syafi'i akhirnya diterima menjadi murid Imam Malik. Semula ia ditolak, tetapi demi melihat kesungguhan pemuda ini dan kehebatannya yang telah menghafal Al-Muwatha', Imam Malik menerimanya.

Kehebatan dan Keteladanannya
Kita mengenal Imam Syafi'i sebagai ulama fikih dan imam mazab yang besar. Namun, kehebatan Imam Syafi'i tidak terbatas pada bidang itu. Seperti disinggung di atas, Imam Syafi'i adalah seorang sastrawan dan ahli bahasa. Ahli nasab dan sejarah. Ia juga terampil dalam berkuda dan memanah. Selain itu, Imam Syafi'i juga ahli ilmu falak dan memiliki ilmu dasar kedokteran.

Ilmu kedokteran Imam Syafi'i terungkap sewaktu ulama ini pindah ke Mesir. Seorang dokter yang bertemu dengannya mengajaknya berdiskusi, hingga ia menyangka Imam Syafi'i adalah seorang dokter yang pindah dari Irak. Dokter itu hendak mengajak Syafi'i memperdalam buku kedokteran yang ia punya, tetapi Imam Syafi'i menjawab: "Mereka (murid-muridku) tidak akan merelakan aku untuk mempelajarinya."

Demikianlah ilmu Imam Syafi'i yang membuat kita terkagum-kagum. Namun akhlak dan keteladanannya tak kalah menawan. Imam Syafi'i biasa membagi malamnya menjadi tiga bagian; sepertiga untuk menulis, sepertiga untuk shalat dan sepertiganya untuk istirahat. Ia dikenal sebagai orang yang sangat wara', zuhud dan bertaqwa. Imam Syafi'i juga ahli sedekah. Seluruh harta yang didapatkannya segera ia sedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Karenanya, ia tidak hanya dimuliakan orang-orang yang berilmu, tetapi juga dicintai oleh masyarakat umum.

Karya Imam Syafi'i
Nama kitab yang ditulis oleh Imam Syafi'i sangat banyak jumlahnya, hingga buku Biografi Imam Syafi'i ini membutuhkan empat halaman untuk menuliskan judulnya saja (hlm 221-224). Lebih dari 100 kitab itu sebagiannya kemudian dikodifikasi dalam satu kitab besar bernama Al-Umm. Inilah kitab induk mazhab Syafi'i, berisikan pikiran Imam Syafi'i yang sangat teliti, terperinci dan menyeluruh. Selain Al-Umm, kitab Imam Syafi'i yang sangat terkenal adalah Ar-Risalah. Kitab yang disebut terakhir ini merupakan kitab ushul fiqih pertama di dunia. Kitab Ar-Risalah merupakan model baru yang unik dalam hal metode ilmiah dan tata cara istinbath dari dalil-dalil fikih, yang sampai sekarang dijadikan rujukan oleh para ulama.

Imam Syafi'i wafat pada malam Jum'at di penghujung Rajab tahun 204 H. Beliau wafat pada usia 54 tahun.

wallhu musta'aaan.

MAKA .....BERSYUKURLAH SAHATKU.....!!!


Abu Hurairah r.a. telah mendengar Nabi saw bersabda, "Ada tiga orang dari Bani Israil yaitu si Belang, si Botak dan si Buta ketika Allah akan menguji mereka, Allah mengutus Malaikat berupa manusia. Maka datanglah Malaikat itu kepada orang yang belang dan bertanya, "Apakah yang kau inginkan?" Jawabnya, "Kulit dan rupa yang bagus serta hilangnya penyakit yang meny
ebabkan orang-orang jijik kepadaku." Maka diusaplah orang itu oleh Malaikat. Seketika itu juga hilanglah penyakitnya dan berganti rupa dan kulit yang bagus, kemudian ditanya lagi, "Kekayaan apakah yang engkau inginkan?" Jawabnya, "Unta." Maka diberinya seekor unta yang bunting sambil didoakan, BAARAKALLAAHU LAKA FIIHAA (Semoga Allah memberkahimu pada kekayaanmu itu)." Kemudian datanglah si Malaikat itu kepada si Botak dan bertanya, "Apakah yang engkau inginkan?" Jawabnya, "Rambut yang bagus dan hilangnya penyakitku yang menyebabkan kehinaan pada pandangan orang." Maka diusaplah orang botak itu lalu seketika itu juga tumbuhlah rambut yang bagus. Kemudian ditanya lagi, "Kini kekayaan apa yang engkau inginkan?" Jawabnya, "Lembu." Maka diberinya seekor lembu yang bunting sambil didoakan, "BAARAKALLAAHU LAKA FIIHAA (Semoga Allah memberkahimu pada kekayaanmu itu)." Lalu datanglah Malaikat itu kepada si Buta dan bertanya, "Apakah yang engkau inginkan?" Jawabnya, "Kembalinya penglihatan mataku supaya aku dapat melihat orang." Maka diusaplah matanya sehingga dapat melihat kembali. Selanjutnya dia ditanya pula, "Kekayaan apa yang engkau inginkan?" Jawabnya, "Kambing." Maka diberinya seekor kambing yang bunting sambil didoakan "BAARAKALLAAHU LAKA FIIHAA (Semoga Allah memberkahimu pada kekayaanmu itu)."
Beberapa tahun kemudian setelah masing-masing mempunyai daerah tersendiri yang penuh dengan unta, lembu dan kambing, datanglah Malaikat itu dalam rupa seorang yang miskin seperti keadaan si Belang dahulu pada waktu ia belum sembuh dan kaya. Malaikat itu berkata, "Saya seorang miskin yang telah terputus hubungan dalam perjalananku ini maka tidak ada yang dapat mengembalikan aku kecuali dengan pertolongan Allah dan bantuanmu. Maka saya mengharap, demi Allah yang memberi rupa dan kulit yang bagus, satu unta saja untuk meneruskan perjalananku ini." Jawab si Belang, "Masih banyak hak orang lain padaku, aku tidak dapat memberimu apa-apa, mintalah saja di lain tempat." Malaikat berkata, "Rasa-rasanya aku pernah berjumpa denganmu, bukankah engkau si Belang dahulu yang dijijiki orang dan seorang miskin kemudian Allah memberimu kekayaan?" Jawab si Belang, "Saya telah mewarisi kekayaan orang tuaku." Malaikat berkata, "Jika engkau berdusta maka semoga Allah mengembalikan keadaanmu seperti dahulu." Kemudian pergilah malaikat itu kepada si Botak dengan menyamar seperti keadaan si Botak dahulu dan berkata pula padanya sebagaimana yang dikatakan kepada si Belang, namun ternyata mendapat jawaban seperti jawaban si Belang, hingga karenanya didoakan, "Jika engkau berdusta maka semoga engkau kembali seperti keadaanmu semula." Akhirnya datanglah Malaikat itu kepada si Buta dengan menyamar seperti keadaan si Buta dahulu semasa ia miskin dan berkata, "Saya seorang miskin dan perantau yang telah putus hubungan dalam perjalanan, tidak dapat meneruskan perjalanan kecuali dengan pertolongan Allah dan bantuanmu. Aku minta demi Allah yang mengembalikan pandangan matamu, satu kambing saja untuk meneruskan
perjalananku ini." Jawab si Buta, "Dahulu aku memang buta lalu Allah mengembalikan penglihatanku maka kini ambillah sesukamu, aku tidak akan memberatkan sesuatu pun kepadamu yang engkau ambil karena Allah." Maka berkata Malaikat, "Jagalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu telah diuji maka Allah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu itu."
(Bukhari - Muslim)

{Semoga dengan kisah nyata ne bermanfaat bagi kita semua,,}

Metode Mengajar Hafalan dan Nilai-Nilai Al-Qur’an Kepada Anak Sejak Dini


Metode Mengajar Hafalan dan Nilai-Nilai Al-Qur’an Kepada Anak Sejak Dini

Para sahabat nabi benar-benar mengetahui pentingnya menghafal Al-Qur’an & pengaruhnya yang nyata dlm diri anak. Mereka berusaha semaksimal mungkin utk mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anaknya sebagai pelaksanaan atas saran yang diberikan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Dlm hadits yang diriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash,
Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an & mengajarkannya. ” (HR. Bukhari).

Indonesia Peduli Suriah: Laknat Kebiadaban Tentara Bashar Al-Asad



Indonesia Peduli Suriah: Laknat Kebiadaban Tentara Bashar Al-Asad

Jakarta (VoA-Islam) – Hilal Ahmar Society Indonesia, sebuah NGO kemanusiaan yang peduli dengan tragedi berdarah di Suriah terus mengap-date kabar terkini. Dalam buletinnya, Hilal Ahmar memberitakan apa yang sesungguhnya terjadi di sana.
Dalam silaturahim dengan beberapa elemen umat Islam di Indonesia, Sabtu dan Ahad (16-17 Juni 2012) lalu, seperti Forum Umat Islam

Pentingnya Mengenal Al-Asma` Al-Husna (1)

Mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah sangatlah agung, penuh dengan kebaikan dan keutamaan, serta mengandung beraneka ragam buah dan manfaatnya.
Keutamaan dan keagungan perihal mendalami ilmu Al-Asma` Al-Husna akan lebih jelas dengan memperhatikan beberapa keterangan berikut.

Pentingnya Mengenal Al-Asma` Al-Husna (1)
Mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah sangatlah agung, penuh dengan kebaikan dan keutamaan, serta mengandung beraneka ragam buah dan manfaatnya.
Keutamaan dan keagungan perihal mendalami ilmu Al-Asma` Al-Husna akan lebih jelas dengan memperhatikan beberapa keterangan berikut.

Pertama: ilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah ilmu yang paling mulia dan paling utama, yang kedudukannya paling tinggi dan derajatnya paling agung. Tentunya hal ini sangat dimaklumi karena kemuliaan suatu ilmu pengetahuan bergantung kepada jenis pengetahuan yang dipelajari dalam ilmu itu. Sementara itu, telah dimaklumi pula bahwa tiada yang lebih mulia dan lebih utama daripada ilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Al-Qur`an yang mulia dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Bakr Ibnul ‘Araby rahimahullah berkata, “Kemuliaan sebuah ilmu bergantung kepada apa-apa yang diilmui padanya. Sementara itu, (mengenal Allah) Al-Bari adalah semulia-mulia pengetahuan. Oleh karena itu, mengilmui nama-nama-Nya adalah ilmu yang paling mulia.”[1]
Oleh karena itu, mempelajari dan mendalami makna Al-Asma` Al-Husna adalah amalan yang paling utama dan mulia.

Kedua: mengenal Allah dan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya akan menambah kecintaan hamba kepada Rabb-nya, akan membuat seorang hamba semakin mengagungkan dan membesarkan-Nya, lebih mengikhlaskan segala harapan dan tawakkal hanya kepada-Nya, serta membuat rasa takutnya terhadap Allah semakin mendalam. Tatkala pengetahuan dan pemahaman seorang hamba akan nama-nama dan sifat-sifat Rabb-nya semakin kuat dan mendalam, akan semakin kuat pula tingkat penghambaannya kepada Allah, semakin tulus sikap berserah dirinya  kepada syariat Allah, serta semakin tunduk kepada perintah Allah dan semakin jauh meninggalkan larangan-Nya.

Ketiga: mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah dasar keimanan dan, dengan itu pula, iman akan semakin bertambah.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Si’dy rahimahullah berkata, “Sesungguhnya, mengimani dan mengenal Al-Asma` Al-Husna mencakup tiga jenis tauhid: tauhid rubûbiyyah, tauhid ulûhiyyah, dan tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat. Tiga jenis tauhid ini adalah perputaran dan ruh iman, serta pokok dan puncak (keimanan). Oleh karena itu, setiap kali pengetahuan hamba akan nama-nama dan sifat-sifat Allah semakin bertambah, akan bertambah pula keimanan dan akan semakin kuat keyakinan (hamba) tersebut.”[2]
Demikian pula sebaliknya, siapa saja yang pengetahuannya tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah kurang, kurang pula keimanannya.
Siapa saja yang mengenal Allah, ia akan mengenal segala sesuatu selain Allah. Namun, siapa saja yang kondisinya justru sebaliknya, perhatikanlah firman-Nya,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ.
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa terhadap Allah maka Allah menjadikan mereka lupa terhadap diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” [Al-Hasyr: 19]
Cermatilah ayat di atas. Tatkala seseorang lupa terhadap Allah, Allah membuatnya lupa terhadap dirinya sendiri, lupa terhadap apa-apa yang merupakan kebaikannya, serta lupa terhadap sebab-sebab keberuntungannya di dunia dan akhirat.

Keempat: sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengadakan makhluk yang sebelumnya mereka tidaklah pernah terwujud dan tidak pernah tersebut. Allah ‘Azza wa Jalla juga memudahkan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi untuk mereka serta memberikan berbagai nikmat kepada mereka yang tidak mungkin bisa dijumlah dan dihitung. Seluruh hal tersebut adalah agar mereka mengenal Allah dan menyembah-Nya. Allah Jalla Sya`nuhu berfirman,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا.
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit, seperti itu pula bumi. Perintah-Nya berlaku padanya agar kalian mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [Ath-Thalaq: 12]
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman pula,
قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ. وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ. ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ.
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya, patutkah kalian kafir terhadap Yang menciptakan bumi dalam dua hari dan mengadakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Rabb alam semesta.’ Di bumi itu, Dia menciptakan gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan padanya Dia menentukan kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian, Dia menuju langit, sedang langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah kalian berdua menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati.’.” [Fushshilat: 9-11]
Allah ‘Azza Dzikruhu juga menyatakan,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ. إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ.
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka tidak pula menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kukuh.” [Adz-Dzariyat: 56-58]

Oleh karena itu, usaha seorang hamba dalam mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah sesuai dengan maksud penciptaannya. Meninggalkan dan menelantarkan hal tersebut tergolong melalaikan maksud penciptaannya. Karena, sangatlah tidak layak seorang makhluk yang lemah yang telah mendapatkan berbagai macam keutamaan serta telah merasakan beraneka ragam karunia dan nikmat Allah, tetapi ia jahil terhadap Rabb-nya serta berpaling dari mengenal kebesaran, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya.

Kelima: sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta mencintai timbulnya pengaruh nama-nama dan sifat-sifat-Nya kepada makhluk. Tentunya hal ini merupakan bagian dari kesempurnaan Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Di antara nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim[3] yang Maha merahmati makhluk dengan berbagai nikmat. -Sebagai contoh-, perhatikanlah surah Ar-Rahman, dari awal hingga akhir surah, yang menunjukkan rahmat Allah yang maha luas. Pada awal surah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ. عَلَّمَ الْقُرْآنَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ. عَلَّمَهُ الْبَيَانَ. الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ. وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ. وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ. أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ. وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ. وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ. فِيهَا فَاكِهَةٌ وَالنَّخْلُ ذَاتُ الْأَكْمَامِ. وَالْحَبُّ ذُو الْعَصْفِ وَالرَّيْحَانُ. فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ.
“(Allah) Yang Maha Merahmati, Yang telah mengajarkan Al-Qur`an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya agar pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Tumbuh-tumbuhan dan pepohonan tunduk kepada-Nya. Dan Dia telah meninggikan langit dan meletakkan neraca (keadilan) supaya kalian jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu secara adil dan janganlah kalian mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang baunya harum. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan?” [Ar-Rahman: 1-13]
Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman,
فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَتِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِ الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Rabb yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Ar-Rûm: 50]
Karena rahmat Allah, Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang mempunyai sifat merahmati makhluk lain sebagaimana yang ditunjukkan dalam nash-nash dalil yang sangat banyak.
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Al-‘Alim ‘Yang Maha Mengetahui’ dan Allah mencintai orang-orang yang berilmu sebagaimana dalam nash-nash dalil yang sangat banyak.
Allah adalah At-Tawwab ‘Maha Menerima Taubat’ dan Allah mencintai orang-orang yang bertaubat,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” [Al-Baqarah: 222]
Demikianlah seterusnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Demikianlah keadaan nama-nama Allah yang maha husna. Makhluk yang paling Dia cintai adalah siapa saja yang bersifat dengan konsekuensi dari (Al-Asma` Al-Husna itu). Sedangkan, (makhluk) yang paling Dia benci adalah siapa saja yang bersifat dengan kebalikan dari (Al-Asma` Al-Husna itu). Oleh karena itu, (Allah) membenci orang kafir, zhalim, jahil, yang berhati keras, bakhil, penakut, hina, dan bejat. Sementara itu, (Allah) Subhanahu adalah Jamil ‘Maha indah, elok’, cinta kepada keindahan; Alim, cinta kepada ulama; Rahim, cinta kepada orang yang merahmati; Muhsin ‘Maha Memberi Kebaikan’, cinta kepada orang yang berbuat kebaikan; Syakûr ‘Maha Pembalas Jasa’, cinta kepada orang yang bersyukur; Shabûr ‘Yang Maha Sabar’[4] cinta kepada orang yang bersabar; Jawwad ‘Maha Dermawan’[5], cinta kepada orang-orang yang dermawan dan berbuat kebajikan; Sattar [6], cinta kepada As-Sitr; Qadir, mencela kelemahan -“dan mukmin yang kuat lebih Dia cintai daripada mukmin yang lemah”-[7]; ‘Afûw ‘Maha Pemaaf’, cinta kepada sifat pemaaf; dan Witr ‘Yang Maha Satu’, cinta kepada yang witir[8]. Setiap hal yang Allah cintai merupakan pengaruh dan konsekuensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sedangkan, setiap hal yang Dia benci berasal dari apa-apa yang bertentangan dan berlawanan dengan (pengaruh dan konsekuensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya).”[9]
___________
[1] Bacalah Ahkam Al-Qur`an 2/793 -dengan perantara kitab Asma`ullah wa Shifatuhu karya Al-Asyqar hal. 23-.
[2] At-Taudhih wa Al-Bayan Li Syajarah Al-Iman hal. 41.
[3] Nama Ar-Rahman dan Ar-Rahim berasal dari kata rahmat. Terdapat rincian makna kata rahmat pada nama Ar-Rahman dan kata rahmat pada nama Ar-Rahim. Insya Allah, penjelasan tentang makna dan kandungan kedua nama itu akan datang.
[4] Ada perbincangan seputar keabsahan penamaan ini. Insya Allah, pembahasannya akan datang.
[5] Ada perbincangan seputar keabsahan penamaan ini. Insya Allah, pembahasannya akan datang.
[6] Ada perbincangan seputar keabsahan penamaan ini. Insya Allah, pembahasannya akan datang.
[7] Petikan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim.
[8] Yang witir mempunyai banyak kandungan makna. Insya Allah, hal ini akan diuraikan dalam pembahasan nama Al-Witr.
[9] ‘Idah Ash-Shabirin hal. 241. Baca jugalah Madarij As-Salikin 1/420 dan Miftah Dar As-Sa’adah 1/3.
[Source: http://dzulqarnain.net/pentingnya-mengenal-al-asma-